Jumat, 30 September 2011

dunia zikir

Add caption
Dzikir dan Majelis Dzikir
Firman Allah dalam surat AlBaqoroh ayat 198:
واذكروه كما هداكم وإن كنت من قبله لمن الضالين
Artinya: “ Dan berdzikirlah (dengan menyebut Allah) sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang – orang yang sesat “.
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di dalam tafsir beliau : Taisiirul Kariimir Rahmaan fii tafsiiri Kalaamil Mannaan menjelaskan: “ Berdzikirlah Allah Ta’ala sebagaimana Ia telah menganugerahkan hidayah (petunjuk) kepadamu setelah engkau berada dalam kesesatan. Dan sebagaimana Ia telah mengajarimu hal-hal yang engkau tidak ketahui sebelumnya. Ini adalah termasuk nikmat yang terbesar yang wajib disyukuri dengan berdzikir kepada (menyebut) Si Pemberi Nikmat dengan hati dan lisan”.
Ayat ini turun sebabnya berkaitan dengan ibadah haji, sebagaimana pada ayat sebelum dan sesudahnya, demikian juga penjelasan yang disebutkan dalam kitab tafsir Ibnu Katsir, Al-Qurthuby, maupun At-Thobary. Tetapi kaidah penafsiran para Salafus Sholeh: “ Ibarat itu diambil berdasarkan keumuman lafadz bukan kekhususan sebab” sebagaimana dinyatakan sendiri dalam Tafsir Ibnu Katsir dan Fathul Baary (syarah Shahih Bukhary). Kaidah ini berlaku sampai ada dalil lain yang menentang bahwa ayat tersebut bersifat umum. Dalil-dalil yang ada dalam hal ini justru menunjukkan bahwa semua ibadah termasuk dzikir harus sesuai dengan petunjuk dan syariat Allah melalui lisan Rasul-Nya.
Berdzikir memang disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya dengan lafadz-lafadz yang dicontohkan oleh Rasulullah, yang terkait dengan keadaan, waktu, tempat, atau bilangan tertentu. Barangsiapa yang mengikatkan suatu lafadz dzikir tertentu dengan jumlah tertentu, kaidah tertentu, pada waktu dan tempat tertentu, yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah maupun para Sahabat-nya, berarti ia telah membuat dan mengada-adakan syariat baru dalam agama ini. Cukuplah peringatan Allah dan Rasul-Nya :

أم لهم شركاء شرعوا لهم من الدين ما لم يأذن به الله

“ Apakah mereka mempunyai sesembahan-sesembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka (sesuatu dari) agama yang tidak diidzinkan Allah ? (Q.S. 42 : 21).

من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد

“ Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintah kami atasnya, maka tertolak ( Hadits Riwayat Muslim dari Aisyah).
Allah Subhanahu Wata’ala juga berfirman:
“ Dan Allah memiliki Asmaaul Husna, maka berdoalah dengannya (Nama-Nama itu)…(Q.S. Al-A’raaf:180).
Maka bagaimana kita bisa menyebut Allah, berdzikir dan berdoa dengannya kalau kita tidak tahu apa Asmaaul Husna itu ? Dari mana kita tahu asmaaul Husna tersebut kalau tidak diberi petunjuk oleh Allah melalui lisan Rasul-Nya ?
Jika kita memaksakan diri untuk berdzikir kepada Allah tanpa petunjuk dari-Nya melalui lisan Rasul-Nya bisa jadi kita akan terjerumus ke dalam perbuatan sesatnya orang-orang sufi yang berdzikir dengan lafadz – lafadz , seperti Yaa…hu.. yaa… hu.., atau kalimat Laa ilaha illallah, karena diucapkan secara cepat menjadi terpotong, yaitu illallah… illallah, yang tentu saja mengakibatkan arti yang jauh berbeda (hanya itsbat saja , tanpa ada nafi). Atau yang dilakukan kelompok dzikir tertentu yang melampaui batas hingga berteriak-teriak, menangis, dan histeris.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar