Senin, 01 Agustus 2011

LANGKAH BARU

Langkah Baru
Pagi itu,,,,kulihat semua mata menuju kearahku. Tak ada suara. Ku kepak baju yang akan aku bawa. Sambil meneteskan air mata, ibuku membantuku mengemasi barang barangku. Di sudut ruang hampa itu, kulihat bapak terdiam. Matanya lepas menatap awan nan jauh disana. Seperti ia sedang menatapku. Terlintas dibenaknya akan burung kecil yang selama ini ia rawat dengan sepenuh cinta. Kini burung itu telah tumbuh dewasa. Kedua sayapnya siap untuk terbang dan meninggalkan ia sendiri. Asap rokok sesekali mengepul menutupi wajahnya yang mulai mengerut.
“Kau yakin dengan niatmu, nang?” ibu bertanya.
“Doakan saja, bu” jawabku lirih.
“ Hati hati di negeri orang” ibu membuyarkan lamunanku. Aku hanya terdiam dan tak bisa berkata apa apa. Tak mampu kata kata itu terucap dari bibirku, hanya anggukan kepala yang menjawabnya.
Langkah demi langkah ku tinggalkan semua orang yang terpaku menatapku. Air mata ibu terus mengalir bak sumber mata air suci dari aliran gunung fuji. Sementara bapak hanya diam sambil berjalan disampingku. Aku tak bisa berkata apa apa lagi. Kuhentikan langkahku dan ku tengok ke belakang. Ibu belum berhenti menangis.
Tangisan ibu seolah tidak mengizinkan aku pergi meninggalkannya, namun ibu tahu siapa diriku, seorang anak keras kepala yang harus dituruti apa kemauannya. Namun kali ini, kemauan ku yang gila. Benar benar gila.
Dody sudah sembuh, kini ia sudah bisa berjalan seperti semula, walau kadang langkahnya tidak sejajar. Pagi itu dody ingin mengantarkan aku ke terminal. Dengan sepeda motornya, ia mengantarkan aku dan bapakku ke terminal. Tidak banyak kata yang terucap, hingga aku sampai di terminal. Segalanya berubah menjadi haru. Air mata itu kembali menetes. Dody yang ku kenal berwajah sangar, bertubuh kuat, ternyata melancolis juga. Air matanya menetes jatuh di bumi.
Ku peluk ia, kutenangkan jiwanya. Namun ia tahu bahwa ia akan kehilangan aku untuk beberapa lama.
“jaga diri baik baik, sob” pesannya
“kau juga dody, jaga diri baik baik. Teruslah berjuang untuk menyelesaikan hidup dengan memberikan manfaat bagi semua orang”
“Ia, aku janji akan terus semangat mengejar cita citaku. Selamat jalan sobatku, semoga apa yang kau cita citakan, menjadi kenyataan”
Kembali drama kesedihan terjadi di terminal itu. Semua orang menatap kami, bahkan diantara mereka ada juga yang berlinang air mata.
Sementara bapak, tipikalnya yang tenang, tak banyak kata. Hanya terdiam sambil menghempaskan pandangan ke alam liar. Saat ku sentuh tangannya, kucium dengan penuh hidmat. Ku rasakan getaran tangannya, sambil berbisik ia berucap.
“Kini kau sudah tumbuh dewasa, jagalah dirimu baik baik. Hanya dirimu yang bisa menyelamatkanmu disana. Bapak hanya bisa mendoaakan kamu, agar semua cita citamu berhasil. Jika ini memang sudah niat dari hatimu, pesan bapak…jangan pulang sebelum berhasil” itulah kata kata bapak yang sampai saat ini masih ku ingat.
Saat ini aku masih terapung diantara dua pulau,, di depan sana terbentang jelas pulau yang aku impikan. Pulau jawa. Sebentar lagi aku akan dapat menggapainya. Ku tatap lepas lautan biru. Ku pandangi sebuah wajah memantul dari permukaan air. Aku berkata padanya. Pada bayangan itu…
“ Saatnya kau bisa menjadi dirimu sendiri. Cita citamu pasti tercapai asalkan kau mau bersungguh sungguh. Ingatlah betapa orang tuamu sedih saat kau tinggal. Ingatlah sahabatmu. Kau harus berhasil agar kebahagiaan mereka terbayar.”
Gelora jiwa kini menyatu. Api semangat kembali berkobar. Kulihat sekeliling berubah menjadi indah. Nyanyian burung camar terdengar syahdu, sementera tarian ikan lumba lumba seperti tarian ballet putri Diana. Kini aku benar benar mantap dengan apa yang aku cita citakan. Walau alang rintang akan menghadangku, aku tidak pernah takut untuk melawannya. Pulau jawa….aku datang untukmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar